Sabtu, 16 Februari 2013

MACAM-MACAM KEBUDAYAAN KHAS JEPANG

Negara asal bunga sakura ini sama seperti Indonesia. Jepang juga merupakan negara kepulauan. oleh karena itu ada berbagai macam kebudayaan. Dan berikut saya akan membahas secara singkat beberapa kebudayaan yang ada di Jepang.

1. Matsuri 

Matsuri (祭) adalah istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual untuk Kami. Dalam pengertian sekuler, matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut kunchi.
Berbagai matsuri diselenggarakan sepanjang tahun di berbagai tempat di Jepang. Sebagian besar penyelenggara matsuri adalah kuil Shinto atau kuil Buddha. Walaupun demikian, ada pula berbagai "matsuri" (festival) yang bersifat sekuler dan tidak berkaitan dengan institusi keagamaan.

Sejarah

Matsuri berasal dari kata matsuru (祀る, menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius.

Tiga matsuri terbesar

Gion Matsuri (Yasaka-jinja, Kyoto, Juli)
Tenjinmatsuri (Osaka Temmangu, Osaka, 24-25 Juli)
Kanda Matsuri (Kanda Myōjin, Tokyo, Mei)

Pengertian lain

Dalam bahasa Jepang, kata matsuri juga berarti festival dan aksara kanji untuk matsuri (祭) dapat dibaca sebagai sai, sehingga dikenal istilah seperti eiga-sai (festival film), sangyō-sai (festival hasil panen), ongaku-sai (festival musik) dan daigaku-sai (festival di universitas), dan festival-festival lain yang bersifat sekuler.
Pemerintah daerah atau kelompok warga kota juga menyelenggarakan festival yang disebut shimin matsuri (festival rakyat). Festival ini diadakan untuk menghidupkan perekonomian daerah dan tidak berhubungan dengan institusi keagamaan.


Daftar festival di Jepang
  • Festival Salju Sapporo (Sapporo, Prefektur Hokkaido, Februari)
  • Festival Salju Iwate (Koiwai Farm, Shizukuishi, Prefektur Iwate, Februari)
  • Yosakoi Sōran Matsuri (Sapporo, Hokkaido, Juni)
  • Niigata Odori Matsuri (Niigata, Prefektur Niigata, pertengahan September)
  • Odawara Hōjō Godai Matsuri (Odawara, Prefektur Kanagawa)
  • Yosakoi Matsuri (Kochi, Prefektur Kochi, 9-12 Agustus)
  • Hakata Dontaku (Fukuoka, 3-4 April)
  • Hamamatsu Matsuri (Hamamatsu, Prefektur Shizuoka, 3-5 Mei)
  •  Wasshoi Hyakuman Natsu Matsuri (Kitakyūshū, Prefektur Fukuoka, Sabtu minggu pertama bulan Agustus)
2. Origami 

Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula sejak kertas diperkenalkan pada abad pertama di zaman Tiongkok kuno pada tahun 105 Masehi oleh Ts'ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal dari Tiongkok adalah tongkang (jung) dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi.
Washi (和紙, Washi) atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Washi dianggap mempunyai tekstur yang indah, tipis tapi kuat dan tahan lama jika dibandingkan dengan jenis kertas lain.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.
Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.


3. Koinobori 

Koinobori (こいのぼり, 鯉のぼり, atau 鯉幟 bendera koi) adalah bendera berbentuk ikan koi yang dikibarkan di rumah-rumah di Jepang oleh orang tua yang memiliki anak laki-laki. Pengibaran koinobori dilakukan untuk menyambut perayaan Tango no Sekku.
Menurut penanggalan Imlek, Tango no Sekku jatuh pada tanggal 5 bulan 5 ketika Asia Timur sedang musim hujan. Orang tua yang memiliki anak laki-laki mengibarkan koinobori hingga hari Tango no Sekku untuk mendoakan agar anak laki-lakinya menjadi orang dewasa yang sukses. Setelah Jepang memakai kalender Gregorian, koinobori dikibarkan hingga Hari Anak-anak (5 Mei). Koinobori yang tertiup angin telah menjadi simbol perayaan Hari Anak-anak. Kalau zaman dulu koinobori berkibar di tengah musim hujan, koinobori biasanya sekarang mengingatkan orang Jepang tentang langit biru yang cerah di akhir musim semi.

Satu set koinobori terdiri dari ryūdama, yaguruma, fukinagashi, dan bendera-bendera ikan koi.
• Ryūdama (bola naga)
Bola yang bisa berputar dipasang di ujung paling atas tiang tempat mengibarkan koinobori.
• Yaguruma
Roda berjari-jari anak panah yang dipasang di bawah ryūdama. Ryūdama dan yaguruma dipercaya sebagai pengusir arwah jahat.
• Fukiganashi
Sarung angin berhiaskan panji-panji lima warna (biru, merah, kuning, putih, dan hitam) atau gambar ikan koi. Fukinagashi melambangkan 5 unsur (kayu, api, air, tanah, dan logam), dan dipercaya sebagai penangkal segala penyakit.
• Koinobori hitam (magoi)
Koinobori berwarna hitam yang melambangkan ayah dikibarkan di bawah fukinagashi.
• Koinobori merah (higoi) dan koinobori warna lainnya
Koinobori lain yang berukuran lebih kecil dikibarkan di bawah koinobori merah. Pada zaman sekarang, koinobori merah melambangkan ibu, koinobori biru melambangkan putra sulung, dan koinobori hijau melambangkan putra kedua.

[FF] Still Waiting You

Title : Still Waiting You

Author : Teko a.k.a Riri

Starring : the kiddie

pairring : yusei and sorao

Genre/rate : angst/PG 15

Disclaimer : they aren't mine but I'm the own of this story line!!



check this out ^_^



Summary :

“apa salahnya menjadi anak tiri? Apa itu terlalu buruk untuk menjadi saudara? Aku sangat menyayangi niisan meskipun kami saudara tiri, ku ingin terus berada disampingnya walau ku tau, ia sangat membenciku”

---------------------------------------------------------------

“setelah salju mencair akan menjadi apa?”

“hmm apa yah? Mungkin menjadi air. Mengapa niisan bertanya seperti itu?”

“salju yang mencair akan berubah menjadi musim semi”

Itu saat-saat yang sangat kurindukan sekarang berada dalam pangkuan seseorang, sosok niisan yang ku banggakan berada sangat dekat denganku tapi itu sebelum ia mengetahui semuanya.



Kami dulu adalah sepasang saudara yang sangat akrab, aku sangat menyayangi niisan ku karena hanya dia yang selalu berada disampingku dibanding ayah dan ibu. Pembicaraan orang tua kami yang mengatakan bahwa sorao-nii adalah hanya anak angkat menjadikan kehidupanku dan niisan berubah.



Sorao-nii berubah menjadi pribadi yang dingin seakan tak peduli dengan alam sekitar dan hatinya membeku bagaikan es abadi yang tak akan bisa mencair lagi. Walau ku selalu mencoba tuk mendekatinya, namun selalu gagal, ia sudah tidak mau mengenaliku lagi. Sosok seorang niisan yang dulu sangat hangat dimataku kini telah hilang. Ku sangat membenci semua orang yang membuat niisan ku menderita, aku tak akan memberikan ampun pada mereka yang sudah menyakitinya, tak terkecuali orang tuaku sendiri karena aku sangat mencintainya.



#!#!#!#!#!



“jadi selama ini kalian menyembunyikan hal itu padaku? Mengapa kalian melakukan itu?” perseteruan niisan dengan orang tuaku menjadi hiasan setiap tidurku, aku yang hanya bisa bersembunyi dan menahan tangis ketika melihat niisan sangat sedih dan tak percaya mendengar hal itu, tidak bisa berbuat apa-apa hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah.

Kucoba tuk menahannya namun tubuhku terhempas setelah ia mendorongku. Aku tak akan membiarkannya sendirian, karena semua itu salah mereka! Salah orang tuaku!



#!#!#!#!#!



Kini ku tak tau sorao-nii berada dimana. Ku hanya bisa menunggu dan menunggu hingga ia kembali kerumah yang memliki banyak kenangan bersama sorao-nii.

Setiap hari ku selalu mengirim email kepadanya dan berharap ia akan membacanya. Sesekali ia menjawab email ku namun ia tak pernah memberitahu dimana dia tinggal sekarang.



#!#!#!#!#!

“semua ini salah mereka! Anadaikan mereka tidak berbicara itu mungkin hal ini tak akan terjadi” gumamku dalam hati dengan kesal. Entah bagaimana keadaannya disana, sorao-nii pasti sangat sedih dan terpuruk dalam kegelapan, ku ingin menjadi cahaya yang menerangi hatinya, ku ingin kembali di masa saat kami tertawa dan bermain bersama. Taman yang selalu kami datangi bersama, kini tak lagi memberikan keceriaan padaku. Ku menangis menyesali mengapa aku tidak bisa menahannya untuk tidak pergi.

“yusei”

Ku mendengar sayup-sayup suara seakan memanggilku dari kejauhan, kucoba tuk memfokuskan siapa orang yang memanggilku. Ternyata ia adalah ibuku, ia menyuruhku untuk pulang karena ada sesuatu yang pasti akan membuatku senang dirumah.

‘apakah itu sorao-nii? Apa sesuatu yang membuatku senang itu adalah kedatangannya?’ hatiku bertanya-tanya.



Dugaanku salah besar, sesuatu yang menungguku dirumah adalah kabar bahwa orang tuaku akan mengirimkan aku ke prancis untuk sekolah musik disana, tanpa membicarakan ini padaku sebelumnya, mereka seenaknya memutuskan sendiri, ini sangat tidak adil! Aku tidak mau! Batinku sangat kesal.

“bagaimana dengan sorao-nii? Apa kalian sudah melupakaannya?”

“sorao telah memutuskan untuk pergi” ucap ayah dengan ketus seperti menyimpan dendam karena kepergian niisan.

“aku benci kalian! Aku benci karena kalian yang menyebabkannya pergi dan sekarang ia juga membenciku!” ku teriak hingga membuat seisi rumah mendengar dan ku lari menuju kamar lalu membanting pintu dengan keras. Ku tutup wajah dengan bantal bersama airmata yang terus mengalir. ‘apa mereka telah benar-benar melupakannya? Melupakan bahwa mereka memiliki satu anak lagi yang sekarang entah tinggal dimana’ itulah yang ada dipikiranku sekarang sambil memegang foto niisan yang selalu ada dalam dompetku.



Sampai kapanpun aku tak akan meninggalkan kota ini, aku akan berada disini hingga aku bisa bertemu dengannya. Aku akan selalu menyayanginya tak peduli seberapa pun bencinya kepadaku karena aku sangat mencintainya ..

I’ll always in here and still wating you..



thanks for read ^^

---------------------------------------

i knew it little bit weird. Because this is the first fanfict that i made!

[FF] Eternity of Sleep

Title : Eternity of Sleep
Author : Teko a.k.a Riri
Genre/rate : angst / NO RATEEEEE!!
Fandom : the gazette
Pairing : reitaxruki

Douzo~

#!#!#!#!#!#!#!#!#!

Summary : ‘Reita.. kau tidak boleh meninggalkanku! Bangun, Rei..’


#!#!#!#!#!#!#!#!#!

Matahari sudah hampir menghilang dibalik pepohonan sebelah barat. Langit bersih dan cerah, hening lagi jernih udaranya. Puncak pohon kayu yang tinggi-tinggi berkilauan bagai dihampiri emas perada, sebab sinar penghabisan sang surya yang hendak masuk ke peraduannya. Sementara itu, dibawah pepohonan sudah mulai gelap, sedang hawa berangsur-angsur menyapa.

Seorang pemuda dengan bersimbah darah tergeletak di jalan. Tepat dibawah lampu jalan, darah itu semakin terlihat.
Warna merah pekat bercampur dengan hitamnya aspal dan bau amis yang menyengat. Tak seorang pun yang berani menyentuh pemuda itu meskipun banyak dari mereka yang berlalu-lalang.

Dari ujung jalan sana terlihat seorang anak berlari menuju pemuda yang tengah tergeletak itu. Butiran-butiran Kristal terus menetes dari pelupuk matanya. Teriakan bercampur suara tangisnya memecah suasana malam itu. Pemuda itu terus mengeluarkan darah dari tubuhnya. Bau alkohol sangat terasa disana. Tusukan benda tajam diperutnya semakin membuatnya tak berdaya. Pingsan. Entahlah atau mungkin sudah mati.
Anak itu terus berlari, menghantam dinginnya malam tanpa baju hangat.

‘Reita.. bangun..’ –isakan tangis anak itu semakin menjadi ketika melihat pemuda yang tepat dihadapannya bersimbah darah. Kini kaos putihnya telah berubah warna menjadi merah dan bau amis yang berpindah pada kaosnya.

Anak itu terus memanggil nama kekasihnya, Reita.. agar pemuda itu segera bangun. Ia terus merangkul memeluk tubuh pemuda itu dengan butiran-butiran Kristal yang terus menetes. Namun pemuda itu tak merespon apapun. Kulitnya kini pucat pasih.

‘Rei.. bangun.. jangan seperti ini’ –rintih anak itu dengan terus memeluk tubuh kekasihnya yang mungkin sudah tak bernyawa akibat darah yang terus keluar dari tubuhnya.
‘Reita.. kau tidak boleh meninggalkanku! Bangun, Rei..’ –anak itu terus menggoyah-goyahkan tubuh kekasihnya namun tetap tak ada satupun jawaban darinya.

Tubuh dihadapannya kini terbujur kaku, detak jantungnya tersenggal-senggal dan semakin melemah dan hilang. Anak itu terus menjeritkan nama kekasih tercintanya, berharap dengan teriakan kerasnya itu kekasihnya dapat mendengar dan kembali sadar. Lagi-lagi teriakannya hanya sia-sia, tubuh kaku dihadapannya tetap tak bergeming. Hanya ada suara-suara burung gagak dari atas pohon sana. Menuntun kekasihnya diambang kematian, menemanianya ketempat peristirahatannya yang terakhir. Tidur dalam keabadian.

#!#!#!#!#!#!#!#!#!

Ruki’s POV

Kau tau hal paling ku benci di dunia ini?
Ya.. masa lalu. Masa lalu yang kelam. Itulah hal yang sangat ku benci. Berada dalam sangkar seperti halnya sangkar emas yang cantik nan menawan untuk dipandang namun tak bisa dipegang. Dengan kata lain, semua hanya bisa memandangiku yang terkurung tanpa bisa menyentuh sangkar itu. Berada dibawah kekuasaan seorang tuan yang telah membeliku dan sebagai gantinya, aku harus mematuhi apa yang beliau inginkan.

Sakit..

Pedih..

Tersiksa dalam sangkar yang menyedihkan tanpa ada seorang pun yang bisa membebaskanku ke tempat yang ku inginkan.

Terpuruk dalam kesendirian, ketakutan dan tersiksa olehnya.

Neraka..

Cambukkan mendera di tubuhku jika tidak bisa memuaskan apa yang tuan ku inginkan.
Begitu rendah.. Bahkan sangat rendah diriku dihadapannya.

Sungguh menyakitkan. Masa lalu yang gelap tanpa sedikitpun cahaya dan harapan yang telah sirna terpupus oleh kekejaman tuanku.
Memanfaatkan tubuhku yang rentan untuk memuaskan nafsu birahinya.

Menjijikan..

Memalukan..

Begitu malang nasibku..

Seperti sebuah keajaiban, kini aku tak akan merasakan masa-masa yang menyakitkan itu setelah seorang pemuda berambut pirang dengan noseband diwajahnya membebaskan dan membawaku ketempatnya. Ke tempat dimana aku hidup bebas tanpa dikendalikan orang lain. Merasakan mencintai dan dicintai, menyayangi dan disayangi. Sentuhan tulusnya. Terimakasih, Reita..

Ruki’s POV –END

#!#!#!#!#!#!#!#!#!

Setelah ditinggal kekasihnya kini anak itu menjalani hari-harinya disebuah tempat dimana orang-orang yang tinggal didalamnya memiliki gangguan kejiwaan, seperti dirinya yang kini hanya bisa melihat dengan tatapan kosong tanpa kesadaran. Sesekali ia menangis tanpa sebab lalu tertawa dan kemudian meronta-ronta.

Hanya satu nama yang selalu ia sebut, nama kekasihnya, Reita..
Orang yang sangat ia cintai lebih dari dirinya sendiri. Orang yang selalu berada disampingnya saat suka maupun duka. Orang yang tau bagaimana cara memanjakannya, membelai rambut coklatnya, mengecup lembut bibir merahnya dan memperlakukannya laik seorang putri, penuh kelembutan dan kasih sayang.

Reita.. orang yang selalu mengerti bagaimana perasaanya. Mengeluarkannya dari belenggu kemunafikan dan kepalsuan orang-orang. Menempatkannya ditahta tertinggi diatas segalanya. Menyadarkan arti cinta yang tulus dan menjaganya dari jamahan tangan-tangan kotor orang-orang yang ingin menodainya.

Noseband yang selalu dipakai oleh kekasihnya, ia genggam dengan erat, berharap kekasihnya kembali untuk menjemputnya dan hidup bersama seperti dulu.

~~~tsuzuku~~~

[FF] Dear My Teacher

Title : Dear My Teacher

Author : Teko a.k.a Riri

Genre : romance, lovey dovey

Rate : PG 13

Starring : alice nine, vistlip *just a bit

Pairing : shinji x takashi, tora x saga

Status : OneShot

Warning : don’t read it if you dislike



Douzo~ ^_^



Summary : Disekolah hubungan kami memang guru dan murid tapi di luar, hubungan kami lebih dari itu…



===============



Dentingan jam telah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu, tapi belum tampak ada guru yang memasuki kelasku. Dengan headset di telinga, aku mendengarkan alunan musik klasik dari mp3 yang ku genggam. Ku melihat rintik-rintik air yang menetes dari langit , membasahi semua yang ada tanpa terhalang oleh apapun.



Rintikan air itu berkumpul menjadi satu dan jatuh teratur melewati jendela kaca kelas. Membuat kaca tersebut berembun. Aku membulatkan mulut dan meniupkan udara ke kaca itu lalu mengusapnya hingga terlihat jelas keadaan diluar yang sedang dibasahi air hujan. Dibawah sana terlihat seseorang berlari ditengah hujan yang tidak terlalu deras namun juga tidak terlalu ringan.



Aku menyipitkan mata, memfokuskan siapa orang yang sedang berlari di halaman sekolah namun aku tidak tau pasti siapa dia. Orang itu terlihat asing, aku tidak pernah melihatnya disekolah ini sebelumnya. Perawakannya tinggi, kira-kira sekitar 182cm dengan rambut hitam pekat. Mengenakan setelan jas yang serba hitam dan membawa tas kantor yang basah kuyup, sama seperti dirinya.



Bel telah lama berlalu tapi guru yang seharusnya mengajar tetap tak kunjung datang. Tapi sudahlah, aku tidak peduli lagipula aku masih lelah dan mengantuk karena semalaman harus begadang untuk membantu paman di kedai kecilnya di pasar. Setiap dini hari aku harus bangun dan membantu paman untuk berjualan ikan di pasar tetapi sebelumnya aku harus mengambil dan mengangkut ikan-ikan tersebut dari kapal para nelayan.



Sejak kecil aku memang sudah diasuh dan tinggal bersama paman. Ibuku telah meninggal dan ayahku pergi bersama wanita lain dan meninggalkanku sendiri, hingga akhirnya pamanku lah yang mengasuhku. Aku harus membantu paman, karena hanya paman yang ku punya di dunia ini.



Derap langkah dan suara pintu yang terbuka membuyarkan semua lamunanku. Langkah kaki itu perlahan masuk secara teratur, membuat suasana kelas menjadi hening dari kegaduhan semula. Ternyata ia adalah Nao-sensei, guru bahasa inggrisku. Tapi tunggu?.. ada seorang lagi yang jalan perlahan memasuki kelas setelah Nao-sensei. Dia … bukankah dia orang yang tadi ku lihat di halaman yang berlari-lari dibawah hujan tanpa payung atau apapun yang bisa ia pakai untuk menjaga tubuh dan pakaiannya agar tetap kering. Mengapa orang asing itu ikut masuk ke kelasku? Gumamku.



Pria dengan tinggi sekitar 182cm dengan rambut hitam pekat dan warna bola mata yang sama dengan rambutnya kini berada di depan kelasku. Aku merasa bola mata hitam itu menatapku, tatapan yang aneh, ku merasa tatapan itu tak asing bagiku. Dalam benakku, aku seperti mengenali tatapan itu. Mungkinkah kami pernah bertemu sebelumnya? Ah.. kurasa ini hanya dejavu, mungkin aku memang kelelahan. Aku pun menghiraukan tatapan itu dan mengalihkan arah pandanganku pada Nao-sensei yang sedang memulai membuka mulutnya untuk berbicara sesuatu.



‘Ehem..’ –ia mendehemkan tenggorokannya agar suaranya terdengar dengan jelas. ‘Maaf, saya telat untuk masuk kelas ini..’ –ia melirik ke arah arloji ditangan kanannya. ‘Saya ingin menyampaikan sesuatu.. ‘ –sekali lagi ia berdehem dan menatap para murid didepannya secara silih berganti. ‘Mulai hari ini saya tidak mengajar di sekolah ini lagi..’ –seketika kata-kata itu membuat para murid terkejut tak terkecuali diriku sendiri yang terpaku mendengar kalimat itu.



‘Karena aku dipindah tugaskan ke prefektur lain, jadi beliaulah yang menggantikanku untuk mengajarkan kalian..’ –ia melanjutkan kalimatnya dan menepuk bahu orang asing yang sejak tadi berada disampingnya.’ Namaku Amano Shinji… ‘ –orang asing itu mulai memperkenalkan dirinya pada semua murid yang ada didalam kelas. Senyum manis terukir di wajah tampan orang itu. Kilap rambut hitamnya terlihat karena hujan yang membasahinya di luar sana. Setelan jas, sepatu bahkan tas nya pun terlihat basah. ‘Maaf, tadi saya kehujanan, jadi penampilan saya mungkin terlalu buruk sekarang..’ –sambil menepuk-nepuk jasnya dan senyum manisnya terus mengembang di wajah tampan itu.



‘baiklah, saya harus pergi sekarang..’ Nao-sensei keluar dari kelas dengan langkah tegasnya. Sepertinya ia sedang terburu-buru. Dan sekarang hanya ada Shinji-sensei yang berada didepan kelas. Canggung. Mungkin itu yang ia rasakan saat ini. Tapi itu tak berlangsung lama. Ia lalu memberikan materi pelajarannya, yaitu pelajaran bahasa inggris tentunya.



‘okay now let’s begin to study!’ Shinji-sensei mulai meletakkan tasnya dan mengambil kapur tulis untuk menulis sesuatu di papan tulis. Entah apa yang ia tulis, aku tidak memperhatikan apa yang ia tulis, aku terus memperhatikan dirinya lekat-lekat. Hujan yang mengguyurnya tadi tak bisa membuat dirinya terlihat buruk. Mungkin itu karena ia benar-benar tampan.



Rasa penasaranku seakan memburu dan membuatku semakin tertarik untuk terus memperhatikannya. Tatapan tajamnya dengan bola mata yang hitam pekat membuat ku semakin tertarik dan sangat penasaran. Aku yakin, bahkan sangat yakin aku pernah melihat tatapan seperti itu sebelumnya.



============



Takashi’s POV



‘saga.. tolong kau angkut ikan-ikan di kapal nelayan itu’ ucap paman umi yang juga sibuk membawa ikan-ikan dari kapal nelayan yang lain. Saga adalah nama panggilanku, aku tidak ingin orang lain memanggil dengan nama asliku, Takashi. ‘baik paman..’ aku segera lari ke kapal nelayan itu. ‘paman, aku saga, kemenakan paman umi, ia menyuruhku untuk mengambil ikan-ikan dari kapal paman’ ucapan itu keluar dari mulutku, entah apalagi yang harus ku katakan, ini pertaman kalinya aku membantu paman mengangkut ikan.



‘kau saga? Aku pikir kau peremuan! Dirimu sangat manis dan cantik!’ aku hanya tersenyum polos mendengar kata-kata itu dari mulut paman nelayan itu –aku tidak tau siapa namanya. ‘paman.. ikannya..’ aku langsung ingat tujuanku untuk datang kemari, yaitu mengambil ikan. Wajah paman itu terlihat aneh, seperti menyembunyikan sesuatu ketika ia melihatku. ‘oh.. hampir saja lupa! Ini..’ paman itu menyerahkan 1 peti besar yang berisi ikan-ikan yang baru saja ia tangkap.



‘apa kau kuat mengangkat peti itu sendirian, anak cantik?’ tangan kasar dan besar paman itu menyentuh pipiku, membuatku terjingkat merasakan sentuhan itu. ‘A..aku kuat kok paman, ka..kalau begitu te..terima kasih, aku pergi dulu’ –dengan tergagap ku segera meninggalkannya dan membawa se-peti ikan. Mengapa paman itu menatap seperti ingin memangsaku? Apa aku terlihat mirip perempuan seperti yang ia katakan?



Saat itu aku memang masih kecil, kira-kira usiaku masih 8 tahun. Aku berlalu berjalan sambil membawa peti ikan yang besar namun entah ada apa tiba-tiba aku tersandung sesuatu dan peti yang kubawa pun ikut menimpaku. Aku sudah membayangkan jika aku benar-benar terjatuh bersama peti ikan yang kubawa. Aku memejamkan mata dan berteriak, seketika sebuah tangan menahanku agar aku tetap seimbang. Ku pikir aku tengah bermimpi, sebuah tangan yang sangat hangat menopang tubuhku, menjaga ke-eksistensianku agar tetap stabil.



Malaikat, gumamku. ‘kau tidak apa-apa?’ kalimat itu keluar dari pita suara pemilik tangan hangat tadi, membuat sistem kerja otakku berhenti. Membeku seketika. ‘kau baik-baik saja?’ sekali lagi ia bertanya. Mataku terbelalak, menolehkan kepala dan tubuh kearah yang berlawanan dan mendapati seorang pemuda tampan yang menatapku penuh kekhawatiran, tatapan cemasnya sangat terlihat di bola mata hitamnya. Ku lihat, usia tidak terpaut jauh.

Mata kami saling berpandangan, lurus tanpa ada yang menghalangin. Untuk pertama kalinya aku melihat tatapan dari bola mata hitam yang begitu indah. Sungguh aku terpesona akan dirinya.



Takashi’s POV –END





=============



Shinji’s POV



Aku melihat seorang anak yang begitu cantik dengan tergesah-gesah berjalan membawa sebuah peti besar yang penuh dengan ikan segar dan es batu. Karena sesuatu yang ia injak tubuhnya terdorong kedepan, keseimbangannya mulai goyah, seketika aku lari dengan cepat ke arahnya. Anak itu berteriak. Alhasil, aku menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.



‘kau tidak apa-apa?’ kata-kata itu tiba-tiba saja terucap dari mulutku. Ia tetap diam tak bergeming. Sekali lagi ku bertanya pada anak itu. Tubuhnya terasa bergetar. Wajahnya yang cantik itu memucat. Terlihat shock. Kupikir ia adalah anak perempuan. Parasnya sangat menawan. Cantik dan kulitnya putih, mulus tanpa cacat sedikitpun. Benar-benar cantik.



Ini pertama kalinya aku melihat anak cantik itu ditempat seperti ini. Bibir merahnya yang tipis, semakin membuatnya seperti anak perempuan. Dengan rambut coklat tua, sangat cocok dipadukan oleh bentuk parasnya yang terbilang panjang dan bola mata coklat terangnya itu. Perpaduan yang indah. Tatapannya yang terkejut dan lemah membuatku merasa khawatir.



Aku memang baru pertama kali bertemu dengannya, tapi entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang seakan memaksaku untuk menjaganya. Aneh. Memandangnya, semakin membuatku merasa cemas. Dan untuk beberapa menit yang terasa begitu lama, kami saling bertatapan.



Shinji’s POV –END



==============



Hah.. hari ini sekolah terasa lebih melelahkan, terlebih lagi karena sensei itu. Jam berapa ini? Gawat! Sudah jam 8 malam. Perpustakaan umum disamping stasiun pasti sudah tutup. Sepertinya aku harus ke perpustakaan lain yang ada di stasiun Oyogi sekarang, gumamku. Aku pun berjalan menuju stasiun untuk menuju stasiun Oyogi, ketika itu sekilas aku melihat orang yang mirip dengan Shinji-sensei disebuah kafe.



Orang itu terpaku pada laptop didepannya, jari-jemarinya sibuk menari-nari di atas keyboard, matanya lurus kearah desktop dengan sebuah kacamata yang bertengger diatas batang hidungnya yang mancung, seakan ia hafal dimana letak alphabet, angka, berbagai macam ikon dan simbol yang ada di keyboard laptopnya. Dengan secangkir cappuchino yang hangat setia berada disampingnya, menunggu hingga sang pemiliknya habis meminumnya.



Aku masih terdiam di beranda kafe, memperhatikan sambil menyipitkan mata kearahnya. Merasa diperhatikan, orang itu mendongakkan kepalanya dan tangannya melambai-lambai kearahku. Aku terkejut karena ia menyadari bahwa aku sedang memperhatikannya merasa malu dan seketika wajahku merah, udara pun terasa panas. Sangat gugup hingga aku tidak tau apa yang harus kulakukan.



Tangan itu terus melambai, menyuruhku untuk masuk dan ia pun menepuk-nepuk kursi kosong disampingnya. Aku masih merasa gugup, seperti terhipnotis, kakiku melangkah masuk mendekati orang itu, aku tidak bisa menghentikan dan mengendalikan tubuhku sendiri.



‘kau… takashi kan?’ ucap orang itu ketika aku benar-benar berada tepat didepannya. ‘i.. iya sensei’ aku kini semakin gugup. Wajah tampan itu kini berada tepat dihadapanku. ‘duduklah! Pesan sesuatu agar perutmu tidak kosong’ ucapnya singkat dan langsung berpaling menatap laptopnya lagi dan asik memainkan jari-jemarinya di keyboard. Aku segera duduk di kursi yang sudah tersedia sejak tadi, dengan wajah yang masih memerah, aku memesan secangkir coklat panas. Aku terus memerhatikan shinji-sensei, ia sangat serius dengan benda yang ada dihadapannya itu, mungkin ia sedang sibuk dengan perkerjaannya hingga ia tidak menghiraukan cappuchinonya yang sudah tidak panas lagi.



Sudah satu jam lebih aku menemaninya tanpa berani berbicara sepatah-kata pun padanya. Ia masih tetap bergelut pada laptopnya. Ku melirik kearah jam dinding yang ada di kafe, ternyata sudah menunjukkan ke angka sepuluh. ‘se..sensei, aku harus segera pulang, sudah jam sepuluh’ ucapku ragu dengan suara pelan agar tidak terlalu mengganggunya. ‘baiklah, tunggu sebentar lagi. Aku akan mengantarmu pulang.’ Shinji-sensei pun segera menyimpan semua pekerjaannya dan mematikan laptopnya serta tak lupa meneguk cappuchinonya yang sudah dingin lalu bersiap-siap untuk keluar dari kafe itu. ‘sensei, aku pulang sendiri saja’ aku beranjak berdiri dari kursi yang semula kududuki. ‘anak cantik tidak baik berjalan sendiri malam-malam’ ia menarik tanganku menuju arah parkiran, tangannya yang satu sibuk merogoh-rogoh kedalam jas lalu ia mengeluarkan sebuah kunci mobil dari saku jasnya.



============



‘itu rumahku!’ aku menunjuk kesebuah rumah mungil yang berwarna putih dengan pagar kayu.



CIIIIIIITTTT..



Ia menghentikan mobilnya tepat didepan pagar rumahku. ‘terima kasih sensei, hati-hati dijalan’ aku menundukkan kepala sebagai ucapan terimakasih padanya karena sudah mengantarku pulang. Rumahku tampak gelap, karena paman sedang ikut dengan para nelayan agar bisa menghasilkan ikan yang banyak hingga ia harus bermalam disana.



Aku terperanjat kaget karena aku lupa mengambil kunci rumah diloker sekolah. Aku sibuk merogoh saku dan mengacak-ngacak isi tasku namun kunci itu tetap tidak ada. Bagaimana ini? Desahku. Aku tidak memperhatikan, ku kira shinji-sensei telah pergi namun melihatku kebingungan hingga mengeluarkan isi tasku, ia membuka pintu mobil dan berjalan menghampiriku. ‘ada apa?’ tanyanya. ‘kunciku tertinggal di loker’ jawabku singkat dengan nada putus asa. ‘malam ini mau tidur ditempatku?’



============



‘ini apato ku, maaf jika berantakan’ ia membuka dan menyalahkan lampu apatonya. ‘malam ini kau tidur saja disini’ –ia menunjuk sebuah kamar. ‘terima kasih, sensei. Maaf jika aku merepotkan’ –aku kembali gugup. Ia hanya tersenyum dan meninggalkanku ke ruangan lain. Senyumannya sangat tulus, dia benar-benar orang baik. Ia mau mengajakku ketempatnya, padahal baru tadi pagi kita berkenalan dan sekaligus ia adalah guruku disekolah.



Sudah tengah malam, aku merasa haus. Aku membuka pintu kamar untuk mengambil minum. Aku terkejut karena shinji-sensei ternyata belum tidur dan ia masih sibuk dengan laptopnya, seperti yang ia lakukan saat di kafe. ‘sensei belum tidur?’ –aku berjalan mendekati sensei yang sibuk mengerjakan sesuatu. ‘Ah.. takashi! Kau belum tidur? Aku sedang menulis laporan untuk kepala sekolah’ –ia menoleh sesaat dan kembali bergelut dengan laptopnya. ‘aku haus, ingin mengambil minum.



‘Apa sensei ingin kubuatkan teh hangat?’ –tawarku, melihatnya begadang hingga larut malam membuatku ingin melakukan sesuatu untuk membalas kebaikannya. Aku melanjutkan jalan ke dapur untuk mengambil minum dan membuat teh hangat untuk sensei. Kasihan, dia pasti lelah, gumamku. ‘ini teh nya sensei’ aku menyodorkan secangkir teh hangat kepadanya. ‘terima kasih, cepat kau kembali tidur’ ucapnya setelah ia melirik ke arah teh yang ku buat. ‘aku ingin menemani sensei…’ –tiba-tiba kalimat itu terucap. Aku segera menutup mulutku dan berharap ia tidak menyadari apa yang kukatakan tadi. Ia menatapku dengan penuh perhatian.



‘kau anak cantik yang membawa peti ikan, kan?’ –ia bertanya padaku dengan tatapan yang tidak biasa. Mendengar pertanyaan itu, pikiranku bercampur jadi satu. Peristiwa beberapa tahun yang lalu kembali muncul. Peristiwa yang selalu ku ingat karena tatapan bola mata hitam itu.



‘kau tidak apa-apa?’ –tangan hangatnya menahanku.

Malaikat, gumamku.

‘kau baik-baik saja?’

Tatapan itu…

Kejadian itu terngiang dikepalaku..



‘kau anak cantik itu kan?’ ia mengulang pertanyaannya dan seketika membuyarkan lamunanku. Aku kembali tersadar. Tidak tau harus mengatakan apa, aku hanya tertunduk. Tangannya yang besar dan hangat menyentuh pipiku, memaksa untuk mengangkat wajahku dan menatapnya.



‘aku adalah orang yang menolongmu agar kau tidak terjatuh’ –wajahnya semakin mendekat, tak ada jarak diantara kami, perlahan ia mengecupku dengan lembut. Tubuhku membeku, diam tak bergeming, melumpuhkan sistem kerja sarafku. Ia menyudahi kecupan itu, dan membelai lembut rambutku.



‘ja..jadi sensei, orang yang telah menolongku waktu itu?’ –Ia hanya tersenyum dan mengangguk. ‘dulu ku pikir usia kita hanya beda dua tahun, tapi sensei…’ aku tak melanjutkan omonganku, aku heran karena seingatku anak yang menolongku beda usianya tidak terpaut jauh.



‘kau benar. Kita hanya beda dua tahun’ jawabnya enteng. ‘ta..tapi kenapa kau bisa mengajar ditempatku?’ –aku semakin bingung. ‘aku ikut program akselerasi, jadi bisa masuk universitas lebih cepat dan karena itu sekarang aku bisa mengajar disekolahmu’ –jelasnya yang membuatku tampak bingung dan tidak percaya.



Dugaanku ternyata benar, ketika kami bertatapan, aku merasa pernah melihat tatapan dari bola mata hitam itu sebelumnya. Ternyata ia memang benar-benar orang yang kucari dan kutunggu-tunggu. Lagi-lagi aku tertunduk diam dan lagi-lagi pula ia mendongakkan wajahku. Wajahku memerah. Ia mengecup lagi bibirku, kali ini aku memejamkan kedua mataku, menikmati sensasi ciuman dari cinta pertamaku. Ia tidak menghiraukan pekerjaannya lagi, ia hanya terfokus padaku, pada ciuman yang ia berikan dibibirku.



============



Keesokan paginya, aku terbangun mendapati diriku tertidur diatas tubuh shinji-sensei yang telanjang dada dan semua kancing piamaku pun ikut terbuka. Wajahku kembali memerah. Saat itu, ia mulai membuka kedua matanya, mengembangkan senyum dan mengucapkan selamat pagi serta mengecup lagi bibirku. Kami segera bersiap-siap untuk kesekolah.



Karena kunci rumahku tertinggal dan paman pasti belum pulang jadi aku memakai seragam sekolah shinji-sensei, untunglah seragamnya sama seperti sekolah SMA pada umumnya.

‘ukurannya pas denganku, terima kasih sensei’ –ia hanya tersenyum dan meneguk cappuchino miliknya. ‘cepat sarapan, setelah itu kita ke sekolah bersama’ –ucapnya sambil menatap ke arah meja makan yang disana tertata roti dengan selai blueberry dan segelas susu yang sepertinya memang sudah satu paket, tanpa berlama-lama aku langsung duduk dan memakan sarapan yang disediakan olehnya selagi aku memakai seragam sekolah miliknya.



‘sensei… terima kasih banyak, maaf aku selalu merepotkanmu’ –untuk sekian kalinya aku berterima kasih pada sensei. ‘ini karena aku mencintaimu, takashi’ –kata-kata itu membuatku seperti tersambar petir dan melemah tak berdaya.

‘disekolah kau boleh memanggilku shinji-sensei tapi jika sudah berada diluar cukup panggil aku, tora’ –ia mengacak-acak rambutku dengan tangannya yang besar. Ia memang selalu berbicara singkat bahkan terdengar tidak peduli, tapi dibalik itu semua ia sangat perhatian dan romantis meski sering membuatku membeku bagaikan es tapi aku senang karena aku bisa bertemu lagi dengan orang yang kucinta sejak dulu. ‘baiklah, kau juga. Cukup panggil aku, saga’ –kulingkari lenganku dilehernya.



Tak bosan aku memandangi wajahnya, melihat senyum manis terukir di wajah tampannya, membuatku ingin memilikinya seutuhnya. Satu malam yang membuat hidupku berubah. Tak menyesal aku ikut dengannya. Disekolah hubungan kami memang guru dan murid, tapi di luar, hubungan kami lebih dari itu…



‘ayo sagachu, kita berangkat…’



~Fin~

[FF] My Lonely Star

Title : My Lonely Star

Author : Teko a.k.a Riri

Genre : Romance, Comedy, Fluff, Lovey Dovey

Rate : NC 17

Starring : the Gazette

Pairing : Ruki and Reita

Status : OneShot

Disclaimer : they aren't mine but i the own of this story line! so don't copy my style, buddy!



NB : curhatan author *gomen jika terlalu lebay



Check it out~ ^_^



Summary : Bintang yang terlihat sendirian di langit itu bukan berarti ia sendirian, pasti ada bintang lain yang menemaninya dengan cahaya yang redup.

~#~#~#~#~#~#~#~


Disekolah ini hanya hari-hari yang membosankan yang selalu ku jalani. Tanpa teman bahkan guru-guru pun tidak mempedulikan aku, seakan tak terlihat, mereka tidak menyadari keberadaanku. Walaupun suatu saat aku menghilang mungkin mereka tidak mempedulikannya.

Ya.. acara peringatan ulang tahun sekolah akan dilaksanakan besok. Seluruh kelas sibuk mempersiapkan lomba-lomba yang akan diikuti. Salah satunya yaitu lomba pembukaan stand untuk setiap kelas. Tiap kelas wajib menampilkan sesuatu yang unik dari kelasnya dan saat ini hal itu yang tengah dibicarakan oleh murid-murid kelasku. Dan Reita si pria ber-noseband itulah yang memimpin perundingan itu karena dialah ketua kelas dari kelas ku, kelas 2-2. “oke, jadi apa yang mau kita tampilkan untuk besok?” itulah suara dari sang ketua kelas yang saat ini sedang berdiri di undakan kelas dimana terdapat satu buah meja besar ーlebih besar dari meja-meja yang lainー tepat dibagian tengah depan ruang kelas. Meja guru. Terdengar suara bising-bising dari kumpulan anak-anak lain yang sepertinya membuat forum tersendiri untuk membicarakan pertanyaan dari sang ketua kelas. Aku yang duduk di kursi paling belakang ditemani setumpuk buku yang sedang asik kubaca, seketika aku mendengar seseorang memanggil namaku tapi aku tak menggubrisnya karena ku kira itu hanya ilusi hingga akhirnya ada sesuatu yang keras menyentuh kepalaku. Terasa sakit. Sebuah spidol papan tulis jatuh ke sebuah buku yang tengah kubaca. “hei kau, yang di ujung sana! Apa kau itu tuli?” suara teriakan dari arah seberang mengusik ketenanganku. “kau memanggilku?”ucapku santai yang masih tetap asik membaca buku tebal yang ku pegang. Derap langkah kaki seakan mendekatiku, “Rei, untuk apa kau menanyakan hal ini pada kutu buku itu?” kata-kata itu melayang dari mulut salah satu murid dengan wajah ketus. Langkah kaki itu terus mendekat. “apa kau tidak bisa sekali saja peduli terhadap kelasmu sendiri?” wajah garangnya begitu dekat dengan wajahku, seakan tak ingin memberi spasi diantara kami dan aku pun merasa ada sebuah lekukan menempel dibibirku yang membuat tubuhku membeku dengan mata terbelalak dan degup jantung yang menggebu-gebu seakan ingin loncat dari tempatnya saat ini. Desahan-desahan keluar dari pita suara kami berdua. Ia mendekap erat tubuhku hingga ku merasa tubuhku terkunci. Entah berapa lama kami menikmati keadaan seperti itu, aku berusaha melepaskan diri dari dekapannya yang sangat erat namun tubuhku yang terlalu kecil dibandingkan tubuhnya terasa sangat sulit untuk melakukan itu. Sepertinya aku harus menunggu Rei melepaskanku dan tepat sekali ketika ku mulai putus asa untuk melepaskan diri, Rei pun melepaskan dekapan dan tentunya ciuman yang membuatku membeku seperti es. “besok temui aku di taman belakang sekolah setelah acara selesai” bisik hangatnya tepat ditelingaku. Reita membalikan badan kearah tempat dimana ia semula berdiri “baiklah, besok kita akan membuat kedai nasi kepal, tentunya dengan nasi kepal yang spesial. Kai, tolong atur semuanya!” Rei memutuskan sendiri apa yang akan kelas kami tampilkan untuk acara besok. “serahkan semuanya padaku, Rei” jawab Kai dengan mengedipkan sebelah mata. Dan aku masih diam membeku ditempatku.



~#~#~#~#~#~#~#~



Acara hari ini pun dimulai, setiap kelas menampilkan sesuatu tak terkecuali kelasku sendiri. Diantara semua kelas, terlihat hanya kelasku yang paling banyak dikunjungi. Setiap anak sibuk mengurusi tugasnya masing-masing kecuali diriku. Aku hanya duduk manis dibawah pohon ditaman sekolah dengan buku tebal yang sedang kubaca. Ku selalu menghabiskan waktu hanya untuk membaca buku-buku berat *batu kale yee xp* yang kebanyakan orang tidak suka bahkan alergi untuk menyentuhnya. Berbeda denganku, aku sudah melahap banyak buku-buku berat setebal 5-10 cm, tak heran jika aku sekarang memakai kacamata yang sangat tebal dan kebanyakan orang menyebutku kutu-buku-berkacamata-kuda. Itu memang pantas dijuluki untukku. Tak terasa hari pun mulai malam dan sepertinya acaranya telah usai. Semua sedang sibuk merapikan kelas masing-masing. Piiiiiiiip… piiiiiiiiip.. suara dering pesan masuk dari ponselku pun berbunyi. ‘aku menunggumu ditaman belakang sekolah. Reita.’ Itu pesan dari Reita si pria ber-noseband sekaligus ketua kelasku sendiri. Aku heran dan bingung, mengapa anak itu bisa tau nomor teleponku? Sepertinya aku tidak pernah memberikan nomorku padanya. Tapi… sudahlah itu tidak penting! Ngomong-ngomong untuk apa dia ingin bertemu denganku? Ah sudahlah yang penting sekarang aku harus menemuinya, jangan sampai bocah itu marah dan memakanku hidup-hidup *kyaa.. kowaii~



~#~#~#~#~#~#~#~



“kau telat 3 menit 21 detik!” ucap pria berperawakan tinggi, putih dan tentunya memakai noseband yang sepertinya sudah memperhitungkan waktu keterlambatanku walau hanya beberapa menit. “sumimasen, tadi aku sedang asik membaca buku lagipula aku hanya telat beberapa menit kan?” balasku dengan napas yang masih tersenggal-senggal. “Ruki…” deg.. jantungku berdetak kencang. Apa? Apa yang tadi ia katakan? ‘RUKI’… dia memanggil namaku? Untuk pertama kalinya ada orang yang memanggil namaku. R-U-K-I.

“hei.. kutu buku! Kau melamun?” sentaknya yang seketika membuyarkan lamunanku. “ta.. tadi kau panggil apa?” tanyaku dengan suara yang terbata-bata. “katu buku.” Jawab singkat Reita. “bu.. bukan! Yang sebelumnya? Kau memanggil namaku?” tanyaku penasaran untuk memastikan apa dia tadi benar-benar memanggil namaku. “itu namamu kan, Ruki?” tanyanya santai seraya meneguk segelas coklat hangat yang sejak tadi ia pegang. Wajahku memerah, seperti tomat yang sudah matang dan siap untuk diolah. Aku tak menyangka ternyata ada orang yang menyadari keberadaanku dan sudi mengingat namaku. “terima kasih, Rei” balasku dengan wajah yang masih memerah. “bwaaaaaaaaahahahaha… kau kenapa? Wajahmu seperti tomat! Kau lucu sekali!” serentak tawanya memecah atmosfer yang ada diantara kami. Firasat buruk yang kurasa hilang bersama pecahnya tawa pemuda ber-noseband itu. Aku hanya bisa tertunduk malu dengan wajah yang pasti tampak lebih merah dari sebelumnya. “Ru-chan.. wajah bulat nun merah dengan kacamatamu lucu sekali. Sudah lama aku ingin melihatmu seperti ini. Aku gemas sekali padamu..” pria ber-noseband itu pun mencubit pipiku sekeras-kerasnya. Aku meringis kesakitan dan lagi-lagi Reita mendekati wajahku tanpa memberi ruang sedikitpun. Udara terasa panas walaupun angin terus berhembus merasuk kedalam tubuhku. Kini bibir kami saling menyentuh, pandanganku lurus hanya sekitar 6 cm untuk mencapai kearah bola matanya. Sangat dekat. Begitu dekat. Jari jemarinya menyentuh tanganku, ia meletakan jari tangannya di tiap celah ruas jari jemariku yang mengunci kedua tanganku. “Ru, aku menyukaimu” bisiknya pelan. Aku memejamkan mata, ku merasa indra pengecapnya telah masuk kedalam mulutku. Desahan-desahan kami mulai terasa, Rei melepaskan tangannya dan jari-jari nakalnya mulai menjamah tubuhku, menarik erat tubuhku semakin dekat dengan tubuhnya. Perlahan kancing bajuku mulai ia lepas satu per satu, ia merebahkanku diatas bangku taman sekolah selagi ia melepaskan semua kancing bajuku hingga yang paling bawah. Rei menyudahi ciuman kami namun tidak sampai disitu, ciumannya semakin kebawah dan kebawah bersamaan dengan jari-jarinya yang terus menjamahi seluruh tubuhku. Entah kenapa aku merasa lemah dan tidak berdaya untuk menghentikannya. Rei terus mengecup seluruh bagian atas tubuhku hingga akhirnya kecupan itu kembali lagi kebibirku. Tak butuh waktu lama, Rei menghentikan ciuman itu dan menatap mataku pekat-pekat, “untuk sekarang, hal itu sudah cukup dan sekarang aku akan melepaskanmu.” Ucapnya lembut sambil mengancingkan kembali bajuku. “apa maksudmu?” tanyaku sambil berusaha untuk mendudukan tubuhku dan duduk disamping pemuda ber-noseband tadi. “aku menyukaimu Ru.. lain kali aku tak akan melepaskanmu” untuk sekian kali ia melayangkan cubitan pipi untukku. “Ru, sini berbaring disampingku …” Reita menepuk-nepuk bangku taman yang ukurannya cukup besar untuk tempat berbaring kami berdua. “hmm..” aku pun membaringkan tubuhku, sekilas aku menatap wajah Reita yang sedang menatap cerahnya langit malam yg penuh bintang. “Ru-chan, kau lihat bintang itu?” Reita menunjuk ke salah satu bintang yang ada dilangit, namun tak seperti yang lain, bintang itu sendirian, tak ada bintang lain yang dekat dengannya. “itu? Ya.. aku lihat. Bintang itu sendirian” mengapa bintang itu sendirian? Itulah yang menjadi pertanyaanku. “bintang itu tidak sendirian, Ru. Coba kau lihat baik-baik, ada 1 bintang yang menjadi teman bintang itu, walau cahayanya redup tapi dari sini kita bisa melihat kedua bintang itu dengan jarak yang berdekatan.” Tatapan Reita masih tetap mengarah pada kedua bintang itu. “ya… aku bisa melihatnya..” aku juga tetap fokus melihat kearah yang sama. “bintang itu seperti dirimu, Ru..” ucap Reita. “sepertiku?” tanyaku sedikit terkejut dan bingung. “ya seperti dirimu, coba lihat dirimu! Kau selalu merasa bahwa kau selalu sendirian tapi kau tak menyadari bahwa ada orang lain yang selalu memperhatikanmu.” Jelasnya dengan sedikit menoleh kearahku sembari menggenggam tanganku erat-erat. “memperhatikanku? Siapa? Aku tidak merasa bahwa orang lain menyadari keberadaanku makanya aku lebih senang menutup diri dari dunia luar.” Balasku. “terserah kau lah Ru, tapi yang pasti aku selalu menyadari keberadaanmu dan selalu memperhatikanmu dan aku selalu bertindak kasar padamu karena aku ingin agar kau merubah sifatmu yg terlalu tertutup oleh dunia luar” dengan nada ceria ia mengatakan kata-kata yang membuatku sangat bahagia bahkan lebih bahagia ketika ibu membelikan buku bacaan pertama padaku. Untuk beberapa menit kami diam membisu dengan terus memandang kearah langit yang penuh bintang hingga ku beranikan untuk berbicara duluan. “Rei… kau harus tanggung jawab..” ucapku memulai. “tanggung jawab?” Tanya Reita tak mengerti. “tanggung jawab karena aku telah mulai menyukaimu, Rei” kata-kata itu cukup membuat Reita terkejut. “kalu begitu kita jadian saja!” pinta Reita. “baiklah.” Jawabku singkat. “oke mulai sekarang kau adalah miliku, Ru-chan..” dan untuk beberapa puluh kali *lebay* ia mencubit pipiku. “tapi kau harus bilang jika ingin menciumku! Jangan seperti tadi, tadi aku hampir saja mati membeku!” cerocosku dengan memanyunkan mulut kearahnya. “Ah terserah aku dong! Itu kan hak ku sebagai pacarmu” ejek Reita yang tak mau mengalah. “Apa…?? Reitaaaaaaa…..!!” ーENDー



==a..

ancuuuuuuurrr!!

gomen gomen aye masih amatiran :P

wkwkwk

sankyuu sudah membaca fict yg gaje ini ^_^



silahkan komennya :D