Kamis, 12 Juni 2014

Mahal Kita

Rintik hujan yang terdengar jelas dari kamar sunyiku... bersama dengan sebuah alunan musik yang terdengar harmoni di telingaku saja, air mata ini mengalir dari pelupuk mataku yang tak bisa membendungnya. Aku berpikir apakah aku sudah salah melangkah, ataukah aku hanya terlalu lemah untuk menghadapi sebuah kenyataan? Sayang kristal-kristal bening ini tak bisa menjawabnya..

Semua tentang hujan, tentang kebersamaan kita dibawah langit yang sedang menangis. Hingga tidak merasakan angin dingin yang merasuk ke dalam tulang. Melihat sosoknya dari belakang yang basah oleh hujan, dalam benakku ‘ialah masa depanku’. Air mata ini kembali mengalir dipipi. Sosok dalam hujan itu perlahan memudar, dan hilang. Terbawa angin dingin entah kemana. Membuatku buta, membiarkanku hilang tanpa arah hingga ku tak tau harus kearah mana untuk mengejarmu... tak sama sekali kudapatimu, walaupun aku harus terbentur apapun yang berada didepanku. Hanya sebuah kesia-siaan.

Alunan musik ini masih tetap setia menemani hujan ataukah hujan yang senantiasa ingin bersamanya? Ku tak tau.. yang ku tau hanyalah sebuah kesetiaan mereka. Kesetiaan yang tak pernah membohongi siapapun yang menikmatinya.


credit pict: @monqkq