Sabtu, 16 Februari 2013

[FF] My Lonely Star

Title : My Lonely Star

Author : Teko a.k.a Riri

Genre : Romance, Comedy, Fluff, Lovey Dovey

Rate : NC 17

Starring : the Gazette

Pairing : Ruki and Reita

Status : OneShot

Disclaimer : they aren't mine but i the own of this story line! so don't copy my style, buddy!



NB : curhatan author *gomen jika terlalu lebay



Check it out~ ^_^



Summary : Bintang yang terlihat sendirian di langit itu bukan berarti ia sendirian, pasti ada bintang lain yang menemaninya dengan cahaya yang redup.

~#~#~#~#~#~#~#~


Disekolah ini hanya hari-hari yang membosankan yang selalu ku jalani. Tanpa teman bahkan guru-guru pun tidak mempedulikan aku, seakan tak terlihat, mereka tidak menyadari keberadaanku. Walaupun suatu saat aku menghilang mungkin mereka tidak mempedulikannya.

Ya.. acara peringatan ulang tahun sekolah akan dilaksanakan besok. Seluruh kelas sibuk mempersiapkan lomba-lomba yang akan diikuti. Salah satunya yaitu lomba pembukaan stand untuk setiap kelas. Tiap kelas wajib menampilkan sesuatu yang unik dari kelasnya dan saat ini hal itu yang tengah dibicarakan oleh murid-murid kelasku. Dan Reita si pria ber-noseband itulah yang memimpin perundingan itu karena dialah ketua kelas dari kelas ku, kelas 2-2. “oke, jadi apa yang mau kita tampilkan untuk besok?” itulah suara dari sang ketua kelas yang saat ini sedang berdiri di undakan kelas dimana terdapat satu buah meja besar ーlebih besar dari meja-meja yang lainー tepat dibagian tengah depan ruang kelas. Meja guru. Terdengar suara bising-bising dari kumpulan anak-anak lain yang sepertinya membuat forum tersendiri untuk membicarakan pertanyaan dari sang ketua kelas. Aku yang duduk di kursi paling belakang ditemani setumpuk buku yang sedang asik kubaca, seketika aku mendengar seseorang memanggil namaku tapi aku tak menggubrisnya karena ku kira itu hanya ilusi hingga akhirnya ada sesuatu yang keras menyentuh kepalaku. Terasa sakit. Sebuah spidol papan tulis jatuh ke sebuah buku yang tengah kubaca. “hei kau, yang di ujung sana! Apa kau itu tuli?” suara teriakan dari arah seberang mengusik ketenanganku. “kau memanggilku?”ucapku santai yang masih tetap asik membaca buku tebal yang ku pegang. Derap langkah kaki seakan mendekatiku, “Rei, untuk apa kau menanyakan hal ini pada kutu buku itu?” kata-kata itu melayang dari mulut salah satu murid dengan wajah ketus. Langkah kaki itu terus mendekat. “apa kau tidak bisa sekali saja peduli terhadap kelasmu sendiri?” wajah garangnya begitu dekat dengan wajahku, seakan tak ingin memberi spasi diantara kami dan aku pun merasa ada sebuah lekukan menempel dibibirku yang membuat tubuhku membeku dengan mata terbelalak dan degup jantung yang menggebu-gebu seakan ingin loncat dari tempatnya saat ini. Desahan-desahan keluar dari pita suara kami berdua. Ia mendekap erat tubuhku hingga ku merasa tubuhku terkunci. Entah berapa lama kami menikmati keadaan seperti itu, aku berusaha melepaskan diri dari dekapannya yang sangat erat namun tubuhku yang terlalu kecil dibandingkan tubuhnya terasa sangat sulit untuk melakukan itu. Sepertinya aku harus menunggu Rei melepaskanku dan tepat sekali ketika ku mulai putus asa untuk melepaskan diri, Rei pun melepaskan dekapan dan tentunya ciuman yang membuatku membeku seperti es. “besok temui aku di taman belakang sekolah setelah acara selesai” bisik hangatnya tepat ditelingaku. Reita membalikan badan kearah tempat dimana ia semula berdiri “baiklah, besok kita akan membuat kedai nasi kepal, tentunya dengan nasi kepal yang spesial. Kai, tolong atur semuanya!” Rei memutuskan sendiri apa yang akan kelas kami tampilkan untuk acara besok. “serahkan semuanya padaku, Rei” jawab Kai dengan mengedipkan sebelah mata. Dan aku masih diam membeku ditempatku.



~#~#~#~#~#~#~#~



Acara hari ini pun dimulai, setiap kelas menampilkan sesuatu tak terkecuali kelasku sendiri. Diantara semua kelas, terlihat hanya kelasku yang paling banyak dikunjungi. Setiap anak sibuk mengurusi tugasnya masing-masing kecuali diriku. Aku hanya duduk manis dibawah pohon ditaman sekolah dengan buku tebal yang sedang kubaca. Ku selalu menghabiskan waktu hanya untuk membaca buku-buku berat *batu kale yee xp* yang kebanyakan orang tidak suka bahkan alergi untuk menyentuhnya. Berbeda denganku, aku sudah melahap banyak buku-buku berat setebal 5-10 cm, tak heran jika aku sekarang memakai kacamata yang sangat tebal dan kebanyakan orang menyebutku kutu-buku-berkacamata-kuda. Itu memang pantas dijuluki untukku. Tak terasa hari pun mulai malam dan sepertinya acaranya telah usai. Semua sedang sibuk merapikan kelas masing-masing. Piiiiiiiip… piiiiiiiiip.. suara dering pesan masuk dari ponselku pun berbunyi. ‘aku menunggumu ditaman belakang sekolah. Reita.’ Itu pesan dari Reita si pria ber-noseband sekaligus ketua kelasku sendiri. Aku heran dan bingung, mengapa anak itu bisa tau nomor teleponku? Sepertinya aku tidak pernah memberikan nomorku padanya. Tapi… sudahlah itu tidak penting! Ngomong-ngomong untuk apa dia ingin bertemu denganku? Ah sudahlah yang penting sekarang aku harus menemuinya, jangan sampai bocah itu marah dan memakanku hidup-hidup *kyaa.. kowaii~



~#~#~#~#~#~#~#~



“kau telat 3 menit 21 detik!” ucap pria berperawakan tinggi, putih dan tentunya memakai noseband yang sepertinya sudah memperhitungkan waktu keterlambatanku walau hanya beberapa menit. “sumimasen, tadi aku sedang asik membaca buku lagipula aku hanya telat beberapa menit kan?” balasku dengan napas yang masih tersenggal-senggal. “Ruki…” deg.. jantungku berdetak kencang. Apa? Apa yang tadi ia katakan? ‘RUKI’… dia memanggil namaku? Untuk pertama kalinya ada orang yang memanggil namaku. R-U-K-I.

“hei.. kutu buku! Kau melamun?” sentaknya yang seketika membuyarkan lamunanku. “ta.. tadi kau panggil apa?” tanyaku dengan suara yang terbata-bata. “katu buku.” Jawab singkat Reita. “bu.. bukan! Yang sebelumnya? Kau memanggil namaku?” tanyaku penasaran untuk memastikan apa dia tadi benar-benar memanggil namaku. “itu namamu kan, Ruki?” tanyanya santai seraya meneguk segelas coklat hangat yang sejak tadi ia pegang. Wajahku memerah, seperti tomat yang sudah matang dan siap untuk diolah. Aku tak menyangka ternyata ada orang yang menyadari keberadaanku dan sudi mengingat namaku. “terima kasih, Rei” balasku dengan wajah yang masih memerah. “bwaaaaaaaaahahahaha… kau kenapa? Wajahmu seperti tomat! Kau lucu sekali!” serentak tawanya memecah atmosfer yang ada diantara kami. Firasat buruk yang kurasa hilang bersama pecahnya tawa pemuda ber-noseband itu. Aku hanya bisa tertunduk malu dengan wajah yang pasti tampak lebih merah dari sebelumnya. “Ru-chan.. wajah bulat nun merah dengan kacamatamu lucu sekali. Sudah lama aku ingin melihatmu seperti ini. Aku gemas sekali padamu..” pria ber-noseband itu pun mencubit pipiku sekeras-kerasnya. Aku meringis kesakitan dan lagi-lagi Reita mendekati wajahku tanpa memberi ruang sedikitpun. Udara terasa panas walaupun angin terus berhembus merasuk kedalam tubuhku. Kini bibir kami saling menyentuh, pandanganku lurus hanya sekitar 6 cm untuk mencapai kearah bola matanya. Sangat dekat. Begitu dekat. Jari jemarinya menyentuh tanganku, ia meletakan jari tangannya di tiap celah ruas jari jemariku yang mengunci kedua tanganku. “Ru, aku menyukaimu” bisiknya pelan. Aku memejamkan mata, ku merasa indra pengecapnya telah masuk kedalam mulutku. Desahan-desahan kami mulai terasa, Rei melepaskan tangannya dan jari-jari nakalnya mulai menjamah tubuhku, menarik erat tubuhku semakin dekat dengan tubuhnya. Perlahan kancing bajuku mulai ia lepas satu per satu, ia merebahkanku diatas bangku taman sekolah selagi ia melepaskan semua kancing bajuku hingga yang paling bawah. Rei menyudahi ciuman kami namun tidak sampai disitu, ciumannya semakin kebawah dan kebawah bersamaan dengan jari-jarinya yang terus menjamahi seluruh tubuhku. Entah kenapa aku merasa lemah dan tidak berdaya untuk menghentikannya. Rei terus mengecup seluruh bagian atas tubuhku hingga akhirnya kecupan itu kembali lagi kebibirku. Tak butuh waktu lama, Rei menghentikan ciuman itu dan menatap mataku pekat-pekat, “untuk sekarang, hal itu sudah cukup dan sekarang aku akan melepaskanmu.” Ucapnya lembut sambil mengancingkan kembali bajuku. “apa maksudmu?” tanyaku sambil berusaha untuk mendudukan tubuhku dan duduk disamping pemuda ber-noseband tadi. “aku menyukaimu Ru.. lain kali aku tak akan melepaskanmu” untuk sekian kali ia melayangkan cubitan pipi untukku. “Ru, sini berbaring disampingku …” Reita menepuk-nepuk bangku taman yang ukurannya cukup besar untuk tempat berbaring kami berdua. “hmm..” aku pun membaringkan tubuhku, sekilas aku menatap wajah Reita yang sedang menatap cerahnya langit malam yg penuh bintang. “Ru-chan, kau lihat bintang itu?” Reita menunjuk ke salah satu bintang yang ada dilangit, namun tak seperti yang lain, bintang itu sendirian, tak ada bintang lain yang dekat dengannya. “itu? Ya.. aku lihat. Bintang itu sendirian” mengapa bintang itu sendirian? Itulah yang menjadi pertanyaanku. “bintang itu tidak sendirian, Ru. Coba kau lihat baik-baik, ada 1 bintang yang menjadi teman bintang itu, walau cahayanya redup tapi dari sini kita bisa melihat kedua bintang itu dengan jarak yang berdekatan.” Tatapan Reita masih tetap mengarah pada kedua bintang itu. “ya… aku bisa melihatnya..” aku juga tetap fokus melihat kearah yang sama. “bintang itu seperti dirimu, Ru..” ucap Reita. “sepertiku?” tanyaku sedikit terkejut dan bingung. “ya seperti dirimu, coba lihat dirimu! Kau selalu merasa bahwa kau selalu sendirian tapi kau tak menyadari bahwa ada orang lain yang selalu memperhatikanmu.” Jelasnya dengan sedikit menoleh kearahku sembari menggenggam tanganku erat-erat. “memperhatikanku? Siapa? Aku tidak merasa bahwa orang lain menyadari keberadaanku makanya aku lebih senang menutup diri dari dunia luar.” Balasku. “terserah kau lah Ru, tapi yang pasti aku selalu menyadari keberadaanmu dan selalu memperhatikanmu dan aku selalu bertindak kasar padamu karena aku ingin agar kau merubah sifatmu yg terlalu tertutup oleh dunia luar” dengan nada ceria ia mengatakan kata-kata yang membuatku sangat bahagia bahkan lebih bahagia ketika ibu membelikan buku bacaan pertama padaku. Untuk beberapa menit kami diam membisu dengan terus memandang kearah langit yang penuh bintang hingga ku beranikan untuk berbicara duluan. “Rei… kau harus tanggung jawab..” ucapku memulai. “tanggung jawab?” Tanya Reita tak mengerti. “tanggung jawab karena aku telah mulai menyukaimu, Rei” kata-kata itu cukup membuat Reita terkejut. “kalu begitu kita jadian saja!” pinta Reita. “baiklah.” Jawabku singkat. “oke mulai sekarang kau adalah miliku, Ru-chan..” dan untuk beberapa puluh kali *lebay* ia mencubit pipiku. “tapi kau harus bilang jika ingin menciumku! Jangan seperti tadi, tadi aku hampir saja mati membeku!” cerocosku dengan memanyunkan mulut kearahnya. “Ah terserah aku dong! Itu kan hak ku sebagai pacarmu” ejek Reita yang tak mau mengalah. “Apa…?? Reitaaaaaaa…..!!” ーENDー



==a..

ancuuuuuuurrr!!

gomen gomen aye masih amatiran :P

wkwkwk

sankyuu sudah membaca fict yg gaje ini ^_^



silahkan komennya :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar